Pahami Kontrak Kerja Karyawan Sesuai UU agar Perusahaan Tidak Melanggar Hukum

kontrak kerja karyawan
Kontrak kerja karyawan tidak bisa asal dibuat! Pahami aturan resminya, dari jenis kontrak, hak & kewajiban, hingga risiko hukum jika melanggar. Simak di sini.

Memahami kontrak kerja karyawan sesuai undang-undang sangat penting untuk menjaga kepatuhan hukum dan menciptakan hubungan kerja yang profesional. Jenis kontrak, masa kerja, hingga hak dan kewajiban kedua belah pihak perlu diatur dengan tepat. 

Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Aturan Kontrak Kerja Karyawan di Indonesia

Di Indonesia, aturan mengenai sistem kontrak kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta diperbarui melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja.

Secara garis besar, sistem kontrak kerja karyawan terbagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

PKWT atau biasa disebut kontrak kerja waktu tertentu, ditujukan untuk pekerjaan yang bersifat sementara, musiman, atau berdasarkan jangka waktu tertentu.

Dalam aturan undang undang kontrak kerja, PKWT hanya dapat dilakukan untuk:

  • Pekerjaan yang selesai dalam waktu tertentu,

  • Pekerjaan musiman,

  • Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam tahap percobaan.

Durasi maksimal PKWT yaitu 5 tahun (termasuk perpanjangan dan pembaharuan), sebagaimana tercantum dalam PP No. 35 Tahun 2021.

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

PKWTT merupakan kontrak kerja tetap yang tidak dibatasi jangka waktu. Jenis kontrak ini digunakan untuk posisi yang bersifat permanen dan berkelanjutan.

Dalam praktiknya, PKWTT mewajibkan adanya masa percobaan maksimal 3 bulan, selama pekerja harus mendapatkan hak dan kewajiban yang sama seperti pekerja tetap lainnya.

Perusahaan wajib memberikan kontrak kerja secara tertulis yang mencakup identitas pihak, jabatan, hak dan kewajiban, masa kerja, dan sistem pengupahan.

Baca Juga: 7 Cara Meningkatkan Motivasi Karyawan, HR Wajib Tahu!

Apa Penyebab Pemutusan Kontrak Kerja?

Pemutusan kontrak kerja karyawan harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan sengketa atau risiko hukum di kemudian hari.

Dalam Pasal 81 Nomor 16 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Ketenagakerjaan melalui UU Cipta Kerja, disebutkan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila:

  • Pekerja atau buruh meninggal dunia, yang secara otomatis mengakhiri hubungan kerja karena tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.

  • Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, khususnya untuk jenis PKWT, yang memiliki durasi kerja tertentu.

  • Selesainya suatu pekerjaan tertentu, jika proyek atau tugas yang menjadi dasar perjanjian telah rampung.

  • Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

  • Adanya keadaan tertentu yang disebutkan secara eksplisit dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, seperti kerugian berat yang dialami perusahaan.

Agar pemutusan kontrak tidak menimbulkan masalah hukum, perusahaan perlu memastikan bahwa pemutusan tersebut sesuai alasan yang telah disepakati dalam kontrak, serta memenuhi syarat administratif seperti pemberitahuan tertulis dan penghitungan hak kompensasi.

Baca Juga: 6 Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yang Tepat

Apa Saja Hak Kompensasi Kontrak Kerja?

Salah satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan dalam perjanjian kerja yaitu hak kompensasi. Hal ini diatur secara jelas dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa:

“Uang kompensasi adalah bentuk penggantian hak yang diterima oleh karyawan PKWT ketika kontrak kerja berakhir.”

Rumus perhitungan kompensasi PKWT sebagai berikut:

  • PKWT selama 12 bulan atau lebih: Mendapatkan 1 bulan upah penuh sebagai kompensasi.

  • PKWT selama 1 bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 bulan: Masa kerja (dalam bulan) / 12 x 1 bulan upah

  • PKWT lebih dari 12 bulan: Dihitung dengan rumus yang sama, yaitu proporsional berdasarkan jumlah bulan kerja.

Contoh Perhitungan:

  • Karyawan bekerja 6 bulan dengan upah Rp5.000.000:
    Kompensasi = (6/12) × Rp5.000.000 = Rp2.500.000

  • Karyawan bekerja 15 bulan dengan upah Rp6.000.000:
    Kompensasi = (15/12) × Rp6.000.000 = Rp7.500.000

Perusahaan yang tidak memberikan kompensasi sesuai ketentuan berisiko menghadapi tuntutan hukum dari mantan karyawan. Oleh karena itu, pemenuhan hak ini merupakan bentuk kepatuhan sekaligus tanggung jawab moral perusahaan terhadap tenaga kerjanya.

Baca Juga: 10 Jenis Tunjangan Karyawan yang Diberikan Perusahaan

Apa Sanksi Melanggar Kontrak Kerja?

Hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan terikat oleh perjanjian kerja yang telah disepakati kedua belah pihak. Pelanggaran terhadap isi kontrak tersebut dapat menimbulkan sanksi, baik bagi perusahaan maupun karyawan. Berikut penjelasannya:

Sanksi Melanggar Kontrak Kerja bagi Perusahaan

Perusahaan wajib menjalankan hubungan kerja sesuai dengan isi perjanjian yang telah ditandatangani. Berdasarkan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan, ditegaskan bahwa:

"Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak."

Artinya, perusahaan tidak diperbolehkan mengubah isi kontrak atau memberikan pekerjaan yang berbeda tanpa persetujuan tertulis dari karyawan. 

Jika terjadi pelanggaran terhadap isi kontrak, seperti memberikan pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka hal ini melanggar Pasal 52 huruf c tentang “adanya pekerjaan yang diperjanjikan.”

Konsekuensi Hukum:

  • Kontrak dianggap batal demi hukum, alias tidak pernah ada sejak awal.

  • Perusahaan dapat dianggap melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.

Sanksi Pidana

Selain batal demi hukum, pelanggaran tertentu juga berpotensi dikenakan sanksi pidana, terutama yang berkaitan dengan hak-hak dasar pekerja seperti upah, jam kerja, dan keselamatan kerja.

Merujuk pada Pasal 81 angka 63 Undang-Undang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 185–188 UU Ketenagakerjaan, perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dapat dikenai:

  • Denda administratif

  • Pencabutan izin operasional

  • Ancaman pidana tertentu, tergantung tingkat pelanggarannya

Baca Juga: 5 Strategi Merekrut Karyawan Berkualitas dan Profesional

Sanksi Melanggar Kontrak Kerja bagi Karyawan

Tidak hanya perusahaan, karyawan pun wajib menjalankan isi kontrak dengan sebaik-baiknya. Jika terjadi pelanggaran, berikut beberapa sanksi yang dikenakan:

1. Karyawan Berhenti Kerja Tanpa Alasan yang Sah

Karyawan yang mengundurkan diri secara mendadak tanpa alasan yang jelas dan tanpa mengikuti prosedur pengunduran diri dapat dikenai sanksi, antara lain:

  • Surat Peringatan: Berdasarkan Pasal 161 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan, jika karyawan melanggar ketentuan dalam perjanjian kerja, maka perusahaan dapat memberikan maksimal 3 kali surat peringatan secara berturut-turut, masing-masing berlaku selama 6 bulan (atau sesuai aturan internal).

  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Jika setelah tiga peringatan tidak ada perbaikan, perusahaan dapat mengakhiri hubungan kerja.

  • Tidak Menerima Upah: Berdasarkan Pasal 93 ayat (1), upah tidak dibayarkan apabila karyawan tidak melakukan pekerjaan. Namun, jika ketiadaan disebabkan oleh alasan yang sah (misalnya sakit, menikah, atau bencana alam), maka karyawan tetap berhak atas upah sesuai Pasal 93 ayat (2).

  • Penurunan Jabatan atau Tindakan Disiplin Lain: Hal ini tergantung pada kebijakan internal perusahaan.

2. Karyawan yang Terlambat Masuk Kerja

Terlambat masuk kerja juga termasuk pelanggaran ringan yang dapat dikenai sanksi, tergantung pada tingkat dan frekuensinya.

  • Denda atau Pemotongan Upah: Berdasarkan Pasal 63 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, pemotongan upah diperbolehkan untuk membayar denda akibat keterlambatan, selama telah diatur dalam peraturan perusahaan dan disetujui oleh karyawan.

  • Peringatan Lisan atau Tertulis: Untuk pelanggaran ringan dan pertama kali, biasanya sanksinya bersifat administratif.

Memahami dan menerapkan kontrak kerja karyawan sesuai dengan peraturan yang berlaku bukan hanya menunjukkan kepatuhan perusahaan terhadap hukum ketenagakerjaan, tetapi juga menjadi bentuk profesionalisme dalam mengelola sumber daya manusia.

Perusahaan perlu memastikan bahwa sistem kontrak kerja yang digunakan telah sesuai dengan undang undang kontrak kerja, termasuk dalam aspek penetapan jenis kontrak, penyebab berakhirnya hubungan kerja, pemberian kompensasi, dan penanganan pelanggaran kontrak.

Namun, jika perusahaan belum memiliki sumber daya yang memadai untuk mengelola seluruh proses ini secara internal, bekerja sama dengan pihak ketiga yang andal dan berpengalaman menjadi langkah strategis.

SOS hadir sebagai solusi yang dapat membantu perusahaan Anda mengelola tenaga kerja secara profesional dan sesuai regulasi.

Wujudkan Sistem Kontrak Kerja Profesional bersama Layanan Tenaga Kerja dari SOS

Untuk perusahaan yang ingin tetap fokus pada strategi bisnis, Anda dapat mempercayakan pengelolaan tenaga kerja kepada SOS, Penyedia Jasa Tenaga Kerja profesional yang telah berpengalaman.

Sebagai outsourcing vendor tepercaya, SOS menyediakan tenaga kerja berkualitas untuk berbagai sektor seperti:

  • Administrasi dan perkantoran

  • Logistik dan gudang

  • Layanan keamanan dan teknis operasional

SOS memastikan setiap tenaga kerja yang disalurkan telah melalui proses seleksi ketat, pelatihan yang sesuai standar industri, dan perlengkapan administrasi yang legal.

Hal tersebut mencakup dokumen kontrak kerja karyawan yang sesuai peraturan serta pemenuhan hak-hak tenaga kerja.

Jadi, tunggu apalagi? Dapatkan tenaga kerja andal dan berkualitas yang siap mendukung perusahaan Anda!

Hubungi tim SOS melalui WhatsApp sekarang juga dan pastikan semua aspek kontrak kerja karyawan di perusahaan Anda terkelola secara profesional, legal, dan efisien.

Berita Lainnya